Tampilkan postingan dengan label Artikel Rohani 12. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Rohani 12. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Mei 2021

Sifat Umum Teologi Kotemporer

 

 Sifat Umum Teologi Kontemporer

Banyak tokoh melakukan justifikasi bahwa munculnya bermacam-macam bentuk teologi dengan labelnya masing-masing adalah merupakan dampak dari suatu studi teologi historis kritis, mengapa demikian karena pada dasarnya para teolog historis kritis tidak tunduk kepada Firman Tuhan sebagai sumber satu-satunya dalam berteologi sehingga sebagai dampaknya adalah muncul teologi-teologi yang berbeda-beda. Alasan yang paling mendasar[1] adalah  bahwa hampir tidak ada satupun dalam teologi kontemporer yang tidak didahului oleh filsafat, atau dengan istilah lain, dasar dan asal mula teologi kontemporer bukan wahyu Allah dalam Alkitab, melainkan filsafat. Meskipun tidak semua gerakan teologi baru selalu buruk dan tidak Alkitabiah, memang selayaknya kita terus berfikir secara kritis terhadap beberapa pemikiran yang dibangun oleh teologi-teologi tersebut.

Beberapa teologi yang berkembang sejak abad 20 sampai sekarang memang harus diakui bahwa kemunculannya didasari oleh pemikiran-pemikiran filosofis tertentu, Oleh sebab itu meskipun ada bermacam-macam teologi, namun pada dasarnya memiliki satu kesamaan yang sekaligus menjadi ciri khas dari mereka, yang menurut Eta Linemann[2] dapat dijelaskan dalam 6 Point :

1.     Teologi Kontemporer adalah Teologi Universitas

2.     Teologi Kontemporer adalah Teologi Historis Kritis

3.     Teologi Kontemporer tidak berdasar Alkitab

4.     Teologi Kontemporer adalah Bidat

5.     Teologi Kontemporer bersifat Ketidakpercayaan Abad XX

6.     Teologi Kontemporer Memiliki Hubungan Semu dengan Kristus

Disamping itu TGR Boeker[3] juga menjabarkan bahwa meskipun setiap teologi yang berkembang dalam dunia modern dan posmodern ini berbeda-beda namun di dalam keberagaman itu ada beberapa ciri umum dari teologi-teologi tersebut :

              Asumsi seolah-olah Allah tidak ada

Penelitian teologis yang dilakukan kebanyakan menyingkirkan unsur yang adikodrati sehingga asumsi dasarnya “seolah-olah Allah tidak ada” (ut si Deus non daretur). Secara teoritis kenyataan otoritas dan kenyataan Allah dianggap tidak ada

 

Patokan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang diterima secara umum

Patokan atau ukuran yang dipakai untuk mengukur segala sesuatu tidak lagi Alkitab, tetapi ketentuan-ketentuan atau hukum-hukum ilmiah secara umum. Segala fakta yang kita temukan di dalam Akitab berfungsi sekedar sebagai data-data hipotesis yang kebenarannya kemudian diverifikasi dengan/melalui ketentuan ilmiah, dan jika ada sesuatu yang berada di luar hukum itu maka data itu dikesampingkan bahkan tidak perlu lagi dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membangun sebuah teologi.

Alkitab dan iman Kristen disejajarkan dengan agama lain

Di dalam teologi ilmiah semua agama disejajarkan, tidak ada pembedaan. Superioritas kekristenan diabaikan, otoritas Alkitab disejajarkan dengan kitab suci agama lain, tidak ada keistimewaan. Agama dilihat sebagai suatu kumpulan-kumpulan konsep, pikiran, saran-saran, pendapat dan istilah-istilah yang siap untuk diteliti, diujicobakan, dan ditolak atau mungkin diformulasikan dengan pengajaran lainnya sehingga muncul suatu pengajaran yang bersifat reduksi.

 

Kitab suci dilihat secara relatif

Bagi pemikiran teologi ilmiah, selama ada banyak kitab suci yang ada dalam agama-agama dunia, maka tidak akan pernah ada satu kitab pun yang benar-benar “kitab suci”. Alkitab dianggap sekumpulan pemikiran dan karya manusia tanpa ada pengaruh adikodrati di dalamnya, sehingga harus diperlakukan sama dengan kitab, atau bahkan dengan buku-buku lainnya.

 

Alkitab tidak dihargai sebagai Firman Allah

§  Kata-kata di Alkitab tidak diidentikan dengan Firman Allah

§  Perbedaan antara PL dan PB saling dipertetangkan secara berlebihan karena inspirasi Alkitab tidak dipercayai, maka para teolog historis kritis tidak dapat menerima bahwa masing-masing kitab dalam Alkitab saling melengkapi dan menerangkan.

§  Karena Alkitab diterima gereja melalui kanon maka teologi historis kritis berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan itu melalui usaha mereka untuk mencari “kanon dalam kanon” antara lain memenuhi kebutuhan bagi orientasi mereka sendiri.

§  Karena buku-buku dalam Alkitab dianggap sekedar karangan teolog maka kalimat-kaliimat dalam kitab dianggap tak lebih dari sekedar “teologumena” yang artinya ungkapan-ungkapan atau doktrin-doktrin teologis.

 

 Alkitab adalah naskah kuno yang memerlukan interpretasi.

Para teologi historis kritis beranggapan bahwa Alkitab akan bermakna melalui suatu proses exegesis, sehingga hal itu hanya berarti secara subyektif saja. Tidak dipungkiri pembaca akan menemukan pengertian tanpa exegesis, itu yang disebut “penafsiran existensial” namun itu hanya untuk kaum awam dan untuk konsumsi pribadi saja, sedangkan pengkhotbah umum harus melakukan exegesa ilmiah dan menyingkirkan segala bentuk non ilmiah misalnya kerja Roh Kudus dalam penafsiran sehingga hal ini menjamin obyektifitas makna.

 

Apa yang ditulis dalam  Alkitab tidak mungkin terjadi seperti itu.

Prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian ilmiah terhadap Alkitab adalah ‘tidak mungkin peristiwa itu terjadi seperti itu” oleh sebab itu seorang penafsir handal dituntut untuk menemukan masalah-masalah di dalam apa yang disebut “nas Alkitab”. Kehebatan teolog ditentukan oleh kemampuan menemukan masalah.

 Intelek yang kritis sanggup membedakan realitas dari dongeng dalam Alkitab

Dalam teologi historis kritis, intelektualitas yang kritislah yang mampu menemukan mana realitas dalam Alkitab dan mana yang bukan. Hanya hal-hal yang masuk akal, dapat diterima secara umum, dipercayai secara umum yang diterima sebagai sebuah realitas.

Ilmu tafsir yang obyektif dan dapat diandalkan.

Kehadiran teologi historis kritis dianggap sebagai penolong dalam menjelaskan Alkitab yang bebas dari unsur subyektifitas dengan melalui exegesa obyektif dan dapat dipercayai tetap ada jurang pemisah antara harapan ini dengan kenyataan yang terjadi. Dengan hal ini Pemberitaan injil tidak ditolong melainkan justru diganggu dengan cara memperlakukan Firman yang sedemikian tersebut. Dan kenyataannya mereka tidak mampu menyajikan sebuah hasil penelitian yang obyektif dan ilmiah seperti yang dijanjikannya.

Pengaruh sosialisme

Konsep sosialisme sangat jelas ingin menggantikan konsep keselamatan dengan konsep-konsep humanis dalam rangka perbaikan sosial dunia. Oleh sebab itu ada perlakuan yang terjadi dalam membangun sebuah teologi yang lebih mengandalkan proof text dengan sal mencomot ayat alkitab yang dinggap dapat meyokong pemikirannya. 

 Ada unsur pseudomorphosis

Yaitu sebuah pengosongan arti dari istilah-istilah teologis dan mengisinya kembali dengan makna terbaru yang sangat berbeda sama sekali dengan arti yang lama, namun nama istilahnya tetap sama. Misalnya istilah ‘mesias’, ‘juru selamat’, dan anak Allah’ bukanlah suatu ekspresi iman akan keillahian Yesus, melainkan sebagai suatu bentuk penghormatan kepada Yesus historis yang sebenarnya bagi mereka adalah manusia biasa saja. Itulah ciri yang dimiliki dalam teologi historis kritis.



[1] Eta Linemann, Teologi Kontemporer, (Batu : Institut Injil Indonesia, 1991),p.7

[2] Beberapa penjelasan telah diistilahkan kembali oleh penyusun untuk mempermudah pemahaman kita terhadap pembahasan.

[3] Lihat ‘Teologi Modern dan Teologi Injili’ dalam Holistic Global Mission, Batu :I3, hlm 97-117

Misteri Trinitas

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Definisi Istilah Meskipun istilah "Trinitas" tidak pernah muncul di Alkitab secara eksplisi...