BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Kemajuan peradaban manusia sampai taraf semodern sekarang ini tidaklah dapat dilepaskan dari pendidikan. Melalui pendidikan memungkinkan seseorang mampu mengatasi permasalahan hidup, memenuhi kebutuhan hidup, mengembangkan kehidupan, dan memprediksi kehidupan di masa mendatang, sehingga tak pelak pendidikan menjadi kebutuhan yang signifikan dan urgen dalam sepanjang sejarah peradaban manusia. Segala usaha dilakukan untuk mengembangkan pendidikan dengan berbagai motif, baik untuk memperbaikan taraf hidup, mengatasi permasalahan social, atau untuk perkembangan pendidikan itu sendiri.
Dalam sejarahnya dunia pendidikan terus mengalami perkembangan yang progresif, hal ini merupakan dampak dari inovasi atau penemuan-penemuan baru berkaitan dengan ilmu pendidikan ataupun disiplin ilmu tertentu (baik berupa teori-teori filosofis, maupun pragtis) yang kemudian menunjang atau berimplikasi bagi perkembangan dalam dunia pendidikan. Kita telah pahami bersama bahwa para pakar pendidikan, atau ilmu lain terus mencari terobosan-terobosan baru untuk menjadikan suatu proses pendidikan berjalan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya. Penelitian tersebut bisa dilakukan dalam laboratorium, di lapangan social, kemasyarakatan, maupun juga dilakukan melalui telaah filosofis.
Tingkat keberhasilan suatu proses pendidikan sangat ditentukan oleh beberapa factor, yaitu factor internal proses, maupun factor eksternalnya. Hal inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu suatu kupasan tentang proses pembelajaran dan teori-teori yang berkembang berkaitan dengan itu, serta factor-faktor yang mempengaruhi proses itu sendiri.
B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka tulisan ini diarahakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidikan mengenai suatu efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran berdasarkan teori-teori yang berkembang selama ini, serta menunjukkan berbagai macam atau factor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran yang bersifat multidimensi, menerangkan cirri-cirinya dan mencari cara penanggulangannya atau solusinya.
C. Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan dalam tulisan ini akan dibagi menjadi dua pokok penting, yaitu
Pertama, Pembahasan yang berkaitan dengan proses pembelajaran, akan diarahkan dalam 4 (empat) teori yang berkembang, yaitu Purposing Learning, Conditioning Theory, Social Learning & Personality Development, dan Subsumption Theory. Dalam pembahasan masing-masing teori akan dibahas unsur-unsur pembelajarannya, keunggulannya, serta implementasinya di lapangan.
Kedua, Pembahasan mengenai Karakter Pebelajar akan dibahas berkaitan dengan kemampuan Kognitif, Psikomotor, Afektif, factor usia, latar belakang social, tingkat kematangannya, serta cirri-ciri fisiologisnya.
BAB 2
PROSES PEMBELAJARAN
DAN TEORI-TEORI PEMBELAJARAN
Pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah yang mempengaruhi perkembangan dalam belajar seseorang baik secara internal maupun eksternal merupakan suatu pertanyaan yang menarik bagi kebanyakan ahli untuk melakukan penelitian. Ahli psikologi terus mengembangkan teori-teori yang mencoba untuk menjelaskan proses-proses internal dan mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dikaitkan dengan pembelajaran yang efektif. Pengembangan-pengembangan tersebut memang pada umumnya dilakukan melalui percobaan-percobaan laboratorium dengan menggunakan preparat binatang dan
penerapannya masih belum menghasilkan suatu perubahan-perubahan yang revolusioner dalam mengubah pembelajaran agar lebih baik, namun setidaknya hal ini merupakan kemajuan yang cukup baik untuk perkembangan dunia pendidikan ke depan.
Paling tidak ada tiga kecenderungan perkembangan penelitian tentang teori-teori belajar yang dilakukan oleh para ahli psikologi sekarang ini :
1. Mencoba menjelaskan prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterapkan untuk penyempurnaan pembelajaran-pembelajaran di sekolah.
2. Memperluas formulasi prinsip-prinsip di laboratorium kepada situasi-situasi di sekolah.
3. Bertolak pada prinsip-prinsip dari penelitian empiris dalam seting pendidikan lalu
mengklasifikasikan prinsip-prinsip ini pada sekitar pusat pengaturan sebagai
kontribusi pembelajaran.
Pada pembahasan ini akan dijelaskan 4 teori dan relevansinya bagi pembelajaran di sekolah-sekolah. Tiap-tiap teori tidak dijelaskan secara komperehensif dan bisa disebut penjabaran yang digolongkan sebagai subteori karena hanya bagian kecil saja dari penelitian empiris yang ditampilkan dalam teori-teori ini.
- Purpose Learning, yang secara khusus dapat diterapkan untuk pembelajaran konsep, keterampilan pemecahan masalah, berfikir kreatif, dan keterampilan verbal maupun motorik.
- Conditioning Theory, sangat bernilai dalam menjabarkan bagaimana prilaku itu mungkin berubah tanpa ada maksud/niat dari pebelajar untuk mengubah prilakunya sendiri. Prinsip-prinsipnya diambil dari penelitian/eksperiman pengkondisian yang diterapkan pada program pengajaran.
- Social Learning & Personality Development, pembelajaran dengan meniru menjadi pusat dari teori ini, meskipun prinsip-prinsip pengkondisian juga bisa diterima oleh teori ini. Pembelajaran meniru/imitative umum/lazim sejak masa sekolah dan dapat diterapkan pada prilaku-prilaku kelas besar.
- Subsumption theory yang arahan perkembangan sebagai suatu system penjabaran hasil kelas besar yang sesuai dengan subyek materi pengetahuan dan hal itu ditampilkan pada siswa dalam buku-buku, oleh guru-guru, dan melalui media audiovisual yang beragam. Hasil dari kelas utama dalam subsumption teori tidak hanya menyangkut pencarian dan penemuan konsep-konsep melalui metode inductive, pencarian solusi permasalahan secara bebas atau yang lainnya. Prinsip-prinsip utama dari teori ini adalah perhatiannya dalam menerangkan peristiwa-peristiwa internal pebelajar.
A. Teori Purpose Learning/ Pembelajaran Bertujuan
Berfikir seketika/cepat tentang apa yang telah dipelajari dengan pertimbangan yang matang untuk belajar dalam pertentangan atau dengan pola yang berbeda dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya melalui meniru orang lain. untuk mendapatkan suatu kondisi seperti orang lain juga, atau mendapatkan materi pembelajaran seperti yang orang lain telah dapatkan, dan seseorang belajar melalui hal ini yang disebut pembelajaran bermakna. Pembelajaran ini lebih bersifat individu tanpa ada perintah atau bimbingan dari pihak eksternal.
Beberapa ciri atau prinsip pembelajaran ini dapatlah dijelaskan sebagai berikut :
- Pembelajaran untuk pribadi, diperlukan suatu motivasi yang tinggi, penetapan tujuan yang jelas, pertimbangan yang matang, pengamatan dari pengalaman orang lain, dan mencoba dari tiap kegagalan.
- Pembelajaran untuk setting kelas, jumlah besar berfungsi sebagai variable-variable, sehingga saat variable berubah maka pembelajaran juga akan berubah secara efektif. Meskipun hubungan pada variable-variabel tidak bisa dinyatakan/dipastikan seperti rumus matematika, namun perubahan itu dimungkinkan pada waktu-waktu selanjutnya.
Untuk pembelajaran pada setting kelas perlu mempertimbangkan beberapa hal yang mendasar yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan suatu proses, misalnya :
Penjelasan
sasaran yang realistic
Dorongan
terhadap siswa
Menyediakan
model
Menghubungkan
subyek materi
Membimbing
uji coba
Mengatur
tindakan praktis
Menghargai
perbedaan individu
Mengevaluasi
penampilan murid
Menuntun
untuk recalling
Menolong
siswa menerapkan hasil pembelajaran
Memahami
karakteristik siswa
Memahami
subyek materi
Mengenal
karakteristik kelompok
Memahami
kekuatan di luar yang mempengaruhi anak
Memahami
kekuatan di luar yang dicerminkan melalui guru.
B. Teori Conditioning/ pengkondisian
Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh Staats. Prinsip-prinsip dalam teori ini merupakan penerapan atau implementasi dari suatu usaha yang dilakukan pada percobaan di laboratorium pada binatang yang kemudian diimplementasikan untuk kelas yang lebih luas, yaitu prilaku manusia. Teori Staats memang banyak ditentang oleh beberapa ahli meskipun usahanya tersebut didasarkan pada ide-ide banyak ahli psikologi. Inti dari teori ini adalah adalah prilaku belajar dapat dimanipulasi melalui pemberian rangsangan atau stimuli. Ada beberapa model dan factor yang perlu mendapatkan perhatian penuh dalam teori pengkondisian ini, yaitu
1. Classical Conditioning/pengkondisian klasikal
Inti pemikirannya adalah pada saat rangsangan atau stimuli diberikan dan jika seketika itu mendatangkan respon, maka hal ini mendatangkan suatu kecenderungan dari stimulus yang baru untuk mendatangkan respon lagi. Jadi saat rangsangan-rangsangan dikondisikan guna mendatangkan respon yang dikondisikan juga, hal ini bisa dimanipulasi dengan stimulus netral lainnya dan akan berakibat membawa respon dibawah kontrol sesuai dengan stimulus netral.
2. Operant Conditioning
Pada saat prilaku individu diikuti dengan penguatanatau reinforcement, ada kecenderungan bahwa prilaku tersebut diulang-ulang kemudian. Demikian juga pemberian hukuman/punisment akan berdampak mengeliminir atau mengurangi prilaku. Tujuan utama dalam bagian ini adalah menerapkan “reward and punishment” untuk memanipulasi suatu prilaku tertentu sehingga berusaha untuk memulihkan nature negative dari penguatan/reinforcement.
3. Reinforcement Terjadual
Dalam suatu eksperimen jika respon-respon yang dibuat adalah penguatan maka jadual penguatan adalah sangat mempengaruhi prilaku dan sangat diperlukan untuk menghasilkan respon-respon yang dikondisikan berdasarkan penguatan, tetapi jadual penguatan dalam teori ini sulit untuk diimplementasikan karena dalam situasi pembelajaran di sekolah biasanya sulit dikontrol secara cermat.
4. Generalisasi Rangsangan & Pembedaan Respon
Generalisasi rangsangan dan pembedaan respon dapat diterapan baik dalam teori classical ataupun operant conditioning. Suatu respon dikondisikan untuk menguatkan rangsangan khusus karena misalnya saja, setiap kata-kata akan menghasilkan respon yang berbeda, suatu usaha diskriminasi/pemisahan terhadap suatu stimulus akan membuat masing-masing respon itu berbeda.
5. Lupa & Teori Pengkondisian
Para ahli dalam teori ini tidak membicarakan tentang masalah kelupaan, mereka hanya membahas lupa ini sebagai suatu kelemahan respon yang disebut ekstintion, sebagaimana suatu respon jika diberi reinforcement akan semakin dikuatkan, sebaliknya kurangnya reinforcement juga akan mengurangi atau melemahkan respon, sehingga lupa merupakan dampak dari kurangnya penguatan yang diberikan.
6. Motivation and Conditioning
Dalam teori ini motivasi disebut sebagai DRIVE atau daya pengerak yang tidak bergantung sama sekali dengan pembelajaran, melainkan berkaitan dengan pemeliharaan atau pengaturan hidup semata-mata. Drive akan menguat jika sesuatu itu berkaitan dengan kebutuhan hakikinya untuk kelangsungan hidupnya dan drive itu yang mengerakkan untuk bertindak sesuatu dengan tingkat kebutuhannya.
7. Penerapannya Pada Pembelajaran di Sekolah
Pada hakekatnya dalam suatu pendidikan ada tiga sasaran utama yang hendak dicapai yaitu, Kognitif domain, Afektif domain, dan Psikomotor domain. Prinsip-prinsip pengkondisian ini tidak dapat diimplementasikan untuk semua ranah, mungkin hanya dapat diterapkan pada ranah afektif saja (yaitu yang menyangkut prilaku, nilai-nilai, dan ketertarikan), tidak pada kognitif dan psikomotor.
C. Imitation & Observational Learning /Pembelajaran Meniru &
Menyelidiki
Teori ini dikembangkan oleh Bandura dan Walter. Intinya bahwa respon-respon baru dibuat setelah mengamati suatu model yang dipelajari melalui meniru. Para ahli psikologi ini beranggapan bahwa eksperiment laboratorium dan studi lapangan, termasuk penelitian di sekolah dapat menjelaskan bahwa suatu pembelajaran itu dilakukan melalui suatu observasi dan meniru terhadap suatu model.
1. Kelaziman Pembelajaran Imitative
Anak-anak kecil secara khusus, tapi juga anak-anak yang lebih tua termasuk remaja sering melakukan apa yang mereka telah lihat pada orang dewasa. Oleh sebab itu pola-pola pencarian prilaku melalui meniru merupakan bagan paling besar dalam tipe pembelajaran dari pada pola-pola penguataan berbeda yang terprogram. Model-model yang ana-anak amati dan tiru bisa dikategorikan kehidupan real maupun simbolik (melalui oral atau tulisan-tulisan perintah-perintah/arahan, gambar, atau melalui kombinasi verbal dan gambar).
2. Proses Peniruan
Pembelajaran meniru akan dimulai saat subyek yang termotivasi menyesuaikandiri terhadap model dan secara positif menguatkan untuk melakukannya, jadi subyek harus dimotivasi, melakukannya secara terus menerus, merespon berdasarkan percobaan-percobaan dan kegagalan, sehingga prosesnya adalah mengobservasi model, mempolakan suatu prilaku yang didapatkan pada model.
Beberapa factor yang menyebabkan prilaku meniru :
Konsekuensi
–konsekuensi respon terhadap model dan penelitian terhadap reward and punisment.
Ciri
khas observer yang mempengaruhi prilaku meniru.
Transient
emosional.
3. Forgeting Imitation Responses/ Respon Melupakan Dalam Meniru
Ada beberapa hal yang mengakibatkan pola belajar meniru kemudian dilupakan atau tidak dilanjutkan
Tidak
adanya respon penghargaan.
Pergeseran
penguatan positif melalui pencegahan yang dilakukan oleh penguatan sebelumnya.
Penggunaan
rangsangan keengganan baik secara fisik atau verbal.
Pertentangan
kondisi melalui prosedur-prosedur pengkondisian klasikal.
4. Motivasi & Pembelajaran Meniru
Teori ini tidak terlalu menekankan motivasi tapi lebih menekankan pada konsekuensi penghargaan termasuk oleh dirinya sendiri. semakin lingkungan social memberikan reward baik berupa apresiasi ataupun yang lainnya, dan semakin dirinya merasa lebih baik dengan prilaku menirunya, maka prilaku itu akan dilakukan secara terus menerus.
5. Penerapannya Di Sekolah
Jika teori imitation Learning ini diimplementasikan di sekolah maka peran penting dan yang utama sekolah adalah menyediakan model yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan agar siswa dapat meniru secara kritis sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep-konsep pembelajaran meniru. Sekolah berperan penting mengarahkan pembelajaran yang diejawantahkan melalui presentasi model.
D. Meaningful Reception Learning/ Pembelajaran Penyerapan Bermakna
Dikembangkan oleh Ausebel yang intinya bahwa materi atau isi pembelajaran ditampilkan pada siswa dalam bentuk final dan hal yang perlu dilakukan adalah internalisasi bahan sehingga tersedia pada diri siswa dan bereproduksi pada saat-saat mendatang. Ciri pembelajaran ini adalah siswa betul-betul menggunakan atau mempelajari hal-hal yang sungguh bermakna bagi dirinya sendiri. Kemampuan daya serap dan simpan dari siswa ditentukan seberapa bermakna materi itu bagi dirinya sendiri sehingga pembelajaran dirancang dengan memulai mendiskusikan terlebih dahulu tentang pembelajaran yang bermakna.
- Motivasi & Pembelajaran Penyerapan Bermakna
Variable kognitif merupakan arahan yang diimplikasikan dalam proses interaksi kognitif sepanjang pembelajaran penyerapan bermakna dan penyimpanan. Variable motivasi tidak mengarahkan ke sana. Motivasi menggerakkan kesiapan individu sesegera mungkin untuk pembelajaran penyerapan bermakna.
- Penerapan di Sekolah
Berdasarkan pada sejumlah penelitian terhadap manusia dengan menggunakan materi pembelajaran bermakna yang potensial menuntun pada pembelajaran yang substansial. Teori ini sangat berguna dalam menjelaskan pembelajaran informative yang disajikan pada siswa, dan bukan hanya itu formulasi dari pengembangan pengorganisasian menawarkan suatu aktifitas bukan hanya pada guru, tapi juga kepada siapa-siapa yang mempersiapkan program pengajaran dan materi/teksbook.
E. Kesimpulan Bab 2
Tujuan dari teori-teori tersebut adalah untuk menjelaskan, memprediksi dan mengontrol, hal ini merupakan perluasan dari teori pembelajaran tradisional yang hanya sekedar menjabarkan semua proses dan hasil pembelajaran.
Bertolak dari fungsional teori di atas maka ada dua variable penting
Variabel
Independent : yaitu karakteristik guru, prilaku, interaksi dengan siswa, materi
intruksional dan media, materi subyek, ciri-ciri siswa, cirri kelompok dan
kekuatan-kekuatan eksternal.
Variable
Dependent : efisiensi pembelajaran yang bergantung pada tujuan dari pendidikan.
BAB 3
KARAKTERISTIK SISWA & PEMBELAJARAN
Setiap orang memiliki perbedaan dalam gaya belajar, daya ingat, efisiensi pembelajaran, dan adaptasi terhadap lingkungan belajarnya. Efisiensi pembelajaran ditentukan oleh beberapa karakteristik dari siswa baik kemampuan kognitif, afektif, psikomotornya, dampak dari kelas sosialnya, usia, juga jenis kelaminnya.
A. Kemampuan Kognitif & Karakteristik Intelektual
Kemampuan kognitif sangat berdampak pada suatu pembelajaran yang efektif, namun hanya ada 3 faktor penting dalam bagian ini yang akan di bahas,
- Kemampuan Intelektual Umum
Biasa disebut kemampuan mental atau inteligensi, yaitu sekumpulan kemampuan yang sangat berguna dalam menampilkan dan menyelesaikan sejumlah besar tugas-tugas. Inteligensi selalu dikaitkan dengan kemampuan-kemampuan dalam bidang bahasa Inggris, matematika, science, dan studi social. Kemampuan ini dapat diukur melalui test. Ada dua asumsi tentang inteligensi ini yaitu :
Kemampuan
yang berasal dari keturunan dan tidak berubah.
Kemampuan
potensial yang ada pada diri tiap-tiap orang dan itu dapat berubah.
- Kemampuan Intelektual Khusus
Yaitu suatu kemampuan khusus yang mengacu pada performance.menampilkan tugas-tugas dalam rentangan terbatas dan hal ini juga bisa diukur melalui suatu test. Misalnya : tentang pekerjaan kesekertarisan, mengetik, dan lain-lain. Jadi pengukuran terhadap kemampuan intelektual umum dapat digunakan untuk menilai dan memprediksi test kemampuan khusus juga.
- Keterkaitan pengalaman Masa Lalu
Informasi yang akurat tentang seberapa baik tentang apa yang telah ditampilkan oleh siswa pada subyek tertentu merupakan sesuatu yang berguna untuk memprediksi bagaimana dia akan mengerjakannya pada masa mendatang. Pentingnya informasi sistematis mengenai hubungan antara pencapaian sekarang dan ke depan telah digambarkan melalui studi longitudinal dengan menggunakan test pencapaian pendidikan yang telah distandarisasi, yang disebut “educational achievement test”
B. Kemampuan Psikomotor & Karakteristik Fisik
Ada enam factor atau proses dalam kaitan psikomotor, yaitu kekuatan, gerakan, kecepatan, ketelitian, koordinasi, dan fleksibilitas. Factor ini dikombinasikan dengan bagian-bagian tubuh yang dikelompokkan sebagai kemampuan psikomotor. Kemampuan ini dalam berbagai kombinasi sangat penting untuk menampilkan apa yang baik dalam beberapa aktifitas. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa kecepatan dalam menulis dan kekuatan mencengkeram terkait positif dengan tingkat pencapaian dalam semua subyek. Sedangkan ciri fisik yang lain seperti jumlah gigi, usia karpal, tinggi badan, bobot tidak banyak mempengaruhi tingkat kemampuan belajar efektif.
Pubertas pada masa remaja juga sering membawa perubahan dalam prilaku dan nilai, hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang positif antara tingkat kematangan individu dengan karakteristik afektif.
C. Karakteristik Afektif
Tingkat pencapaian anak terhadap suatu subyek akan berbeda dengan tingkat pencapaian pada subyek lainnya, hal ini disebabkan oleh ketertarikan atau prilaku negatif terhadap guru ataupun subyek materinya. Untuk kelas yang lebih tinggi ketertarikan juga berkaitan dengan pencapaian tujuan yang bernilai yang telah ditetapkan oleh pribadi tersebut. Ada tiga hal penting yang menyebabkan efisiensi pembelajaran yang berkaitan dengan ranaf afektif :
- Ketertarikan : pola ketertarikan ini sulit untuk ditetapkan karena selalu mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi.
- Prilaku & Nilai: sangat bergantung pada factor lingkungan seperti keluarga, tetangga, sekolah, gereja, dan lainnya. Dan hal ini akan mengalami perubahan terus sampai mencapai usia yang matang, barulah prilaku dan nilai ini cenderung menetap.
- Integritas Kepribadian : kematangan emosional mempengaruhi antusiasme seseorang akan masa depan, penerimaan terhadap diri sendiri, dan penerimaan terhadap realitas secara obyektif. sehingga hanya sedikit orang-orang dewasa yang mengalami gangguan psikologis.
D. Faktor Usia
Ada banyak perbadaan yang kita temukan pada banyak karakteristik seseorang berdasarkan usia dan ada banyak bukti bahwa perbedaan-perbedaan anak-anak seusia itu disebabkan oleh peletakan dasar yang berbeda. Tugas yang penting berkaitan dengan hal ini adalah menghubungkan karakteristik perkembangan pada tiap-tiap usia dengan pembelajaran, yaitu dalam mengaitkannya dalam konsep tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan diidentifikasikan dalam 6 periode perkembangan manusia, yaitu usia bayi, anak pratama, anak-anak madya, remaja, dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa/senior. Tiap-tiap fase perkembangan memiliki tugas perkembangan yang berbeda namun pada intinya adalah mengembangkan pribadi pada tiap-tiap fase perkembangan yang bertumbuh secara sehat dan memuaskan.
E. Faktor Jenis Kelamin
Kesimpulan yang paling baik diantara banyak kesimpulan tentang perbedaan gender adalah perbedaan antara jenis kelamin dibentuk pada fase bayi sampai remaja. Factor biologis dan budaya membentuk perbedaan itu. Factor biologis mendorong perlakuan social baik menyangkut perannya sebagai lai-laki atau perempuan.
Pada umumnya perbedaan antara jenis kelamin ditemukan dalam karakteristik fisiknya sebab inteligensi tidak ditentukan oleh gender, melainkan pribadi masing-masing. Memang ada kecenderungan-kecenderungan dominan yang menyertai kelompok jenis kelamin tertentu. Implikasinya dalam tujuan pendidikan adalah perlunya tinjauan yang mendalam terhadap fase-fase perkembangan dan karakteritik jenis kelamin tertentu sebelum menetapkan tujuan dan proses pembelajaran.
F. Latar Belakang Rumah Tangga & Kelas Sosial
Keluarga merupakan tempat pendidikan awal diletakkan sebelum disekolah, sehingga dari keluarga anak belajar banyak hal. Bagaimana latar belakang, pola kehidupannya, pola pendidikan yang diterapkan, kemampuan finansialnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Orang tua yang memiliki tingkat pencapaian tinggi cenderung otoriter dan menerapkan pola pendidikan yang ketat terhadap anak, ketimbang orang lain. Kelas social juga merupakan kekuatan yang besar yang mengakibatkan efisiensi pembelajaran.
G. Kesimpulan Bab Tiga
Berkaitan dengan konsep kesiapan dalam pembelajaran yang terus mengalami perubahan, kita tahu sekarang bahwa materi dapat dirancang sedemikian rupa dan disajikan melalui beberapa pertimbangan mendasar, baik yang menyangkut kemampuan belajar konsep penting, maupun skill-skill pada usia yang lebih muda seperti yang kita pahami sebelumnya, juga pengaruh lingkungan termasuk sekolah, lingkungan keluarga, dan sosialnya. Tidak masalah bagaimana lingkungan itu dimanipulasi, seringkali kesiapan pada anak-anak pada usia yang sama untuk tugas pembelajaran tertentu sangat dipengaruhi keregaman yang menyangkut afektif, kognitif, psikomotor. Perbedaan prinsipil dari ranah kognitif adalah kemampuan intelektual umum, kemampuan intelektual khusus dan pengalaman sebelumnya berkaitan dengan tugas.
Seperti halnya pada perbedaan murid dalam level psikomotor dan karakteristik fisik, ketertarikan, prilaku, nilai, integritas kepribadian juga merupakan variable penting dalam ranah afektif. Sedangkan factor jenis kelamin, latar belakang keluarga dan kelas social juga mempengaruhi bukan hanya esiapan belajar tapi juga efisiensi pembelajaran, sehingga tugas penting pengajaran adalah menyusun intruksi yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa.
BAB IV
KESIMPULAN
Proses pembelajaran merupakan suatu proses internal yang rumit dan kompleks, sehingga setiap individu memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan orang lain sehingga model belajar yang baik bagi satu individu belum tentu cocok bila diperlakukan pada orang lain. Kompleksitas manusia dalam belajar inilah yang merupakan pemacu timbulnya keberagaman teori pembelajaran yang beragam, yang masing-masing memiliki kenunggulannya masing-masing. Teori pembelajaran bertujuan (purpose learning) memungkinkan peserta didik belajar dengan cepat dan tepat dalam situasi dan kondisi yang menuntut jalan keluar yang bersifat insidental, Conditioning Teori mampu mengarahkan suatu individu untuk belajar tanpa terbebani dengan permasalahan belajar itu sendiri dan mengarahkan murid mencapai tujuan pendidikan seperti yang telah dirancang sebelumnya, Imitating dan Observational Learning merupakan proses pembelajaran yang sangat mudah, namun tidak berarti tidak berguna, Pembelajaran Bermakna memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kebutuhan mendasar dalam dirinya sendiri dan memungkinkan untuk menguasai materi tertentu yang dalam jangka yang sangat panjang.
Sementara itu proses pembelajaran juga perlu mempertimbangkan beberapa factor, baik internal maupun factor eksternal guna mencapai sasaran yang hendak dicapai. Yaitu kecakapan intelektual, kecakapan afektif dan psikomotor, kematangan usia, tingkat status social, jenis kelamin, dan beberapa factor lainnya. Factor-factor ini sedikit banyak mempengaruhi karakteristik belajar siswa, minat siswa terhadap materi pembelajaran, dan tujuan siswa dalam pembelajaran, sehingga sedapat mungkin beberapa factor tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan khusus dalam merancang tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, maupun isi dari pembelajaran itu sendiri sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.