IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Pengarang : Paulina Pannen dan Kawan-Kawan
Penerbit : Departemen Pendidikan Nasional
Jumlah Halaman : 141
Ringkasan :
Buku ini memberikan penjelasan yang komperehensif tentang Konstruktivisme, yang merupakan paradigma alternatif yang muncul sebagai dampak dari revolusi ilmiah yang terjadi dalam beberapa dasawara terakhir kemudian konstruksivisme menjadi kata kunci dalam dunia pembelajaran. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Alat/saran yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah indranya sendiri melalui proses abstraksi dari pengalaman-pengalaman yang masuk melalui pancaindran. Abstraksi seseorang terhadap suatu hal membentuk struktur konsep dan menjadi pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya tranfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Konstruktivisme sebenarnya dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Italia. Pada tahun 1710, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia mengungkapkan filsafatnya, Tuhan adalah penciptaan alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.
Kaum rasional menyatakan bahwa pengetahuan merujuk kepada objek-objek dan bahwa kebenaran itu merupakan akibat dari deduksi logis. Kaum Rasional lebih menekankan rasio, logika, dan pengetahuan deduktif. Para empiris juga menyatakan bahwa pengetahuan merujuk kepada objek-objek berdaar penalaran induktif dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pengalaman. Menurut kaun empiris semua kenyataan itu diketahui dan dipahami melalui indra, dan kreteria kebenaran adalah kesesuaiannya dengan pengalaman. Kalum empiris lebih menekankan pengalaman dan pengetahuan induktif. Kaum konstruktivis dalam pendidikan sains menekankan peran indra, pengalaman, dan percobaan dalam pengembangan pengetahuan, sehingga cenderung ke empirime, yang menekankan bahwa semua konsep harus berdasarkan kenyataan objektif.
Kaum empirisme menyatakan bahwa semua pengetahuan diturunkan dari pengalaman indrawi. Nativisme menyatakan bahwa sumber pengatahuan adalah dari dalam. Sedangkan konstruktivime memuat segi empirisme dan nativisme : pengetahuan itu berasal dari sumber luar tetapi dikonstruksikan dari dalam diri seeorang. Berbeda dengan pragmatisme yang berslogan kebenaran adalah hanya apa yang jalan. Kontruktivime tidak mengklaim suatu kebenaran.
Konstruktivisme relatif berbeda dari idealisme. Kaum idealisme menyatakan bahwa pikiran dan konstruksinya adalah satu-satunya realitas, sedangkan konstruktivime menyatakan banhwa kenyataan adalah apa yang dikonstruksi oleh pikiran seseorang.
Konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh mahasiswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa mahasiswa mengalami perubahan konsep terus-menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang mahasiswa dapat salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari.
Teori belajar bermakna Ausubel juga sangat berdasarkan konstruktivisme, Keduanya menekankan pentingnya mahasiswa mengasosiasikan pengalaman fenomenal, dan fakta-fakta baru ke dalam system pengertian yang telah dimiliki. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki mahasiswa.
Kontruktivisme berbeda dengan aliran behaviorisme dan maturasionisme. Bila behaviorisme menekankan ketrampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivisme lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila maturaionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah-langkah perkembangan kedewasaan, konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktip si mahasiswa.
Menurut konstruktivisme belajar merupakan proses aktif mahasiwa mengkontruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informai yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimikiki sehingga pengetahuannya berkembang. Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif mahasiswa untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri pengetahuanya, bukan merupakan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta.
Bagi konstruktivisme , pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari dosen kepada mahasiwa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan mahasiswa membangun sendiri pengetahuanya. Pembelajaran adalah membantu seseorang berfikir secara benar dengan membiarkan nya berfikir sendiri. Pembelajaran berarti partisipasi dosen bersama mahasiswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Proses pembelajaran dalam konstruktivisme bercirikan hal-hal berikut: melibatkan pembentukan makna, dilakukan terus-menerus bukan sekedar pengumpulan fakta, tergantung pada kesejahteraan dalam skema pengetahuan individu, dipengaruhi pengalaman individu, tergantung pada pengetahuan awal individu. Peran dosen menurut konstruktivisme adalah sebagai mediator dan fasilitator dengan menyediakan berbagai pengalaman belajar yang relevan, kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa: serta memonitor dan mengevaluasi pemikiran mahasiswa. Dosen juga berinteraksi dan terlibat dalam proses pembelajaran mahasiswanya. Dosen dapat menerima dan menghormati upaya-upaya mahasiswa untuk membentuk suatu pengertian yang baru sehingga dapat menciptakan berbagai kemungkinan untuk mahasiswa berkreasi.
Strategi pembelajaran konstruktivisme bercirikan: orientasi, felisitasi, restrukturisasi ide, penggunaan ide dakam berbagai situasi, review, dan revisi. model-model pembelajaran konstruktivisme antara lain belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning, problem-based learning, dan strategi kognitif. Semua model ini memiliki cirri-ciri pembelajaran konstruktivisme, yaitu mahasiswa aktif mengkonstruksi pengetahuan dan peran dosen terutama sebagai fasilitator. Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolahan system pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Keikutsertaan dan peran serta mahasiswa dan dosen dalam konteks belajar aktif merupakan hal yang sangat penting.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri mahasiswa dan menggali potensi mahasiswa dan dosen untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman. Untuk dapat merancang kegiatan yang melibatkan mahasiswa secara intelektual diperlukan dosen yang mempunyai kreatifitas dan profesionalisme yang tinggi.mBelajar aktif mensyaratkan diberikannya umpan balik secara terus-menerus dari dosen kepada mahasiswa dilakukannya secara objektif. Umpan balik juga diberikan oleh mahasiswa kepada dosen untuk memperbaiki prosesbelajar- mengajar. Kedua jenis umpan balik tersebut dan perbaikan yang dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen dapat membantu mahasiswa untuk lebih berkembang mencapai tujuan belajarnya.
Interaksi/tanggapan :
Buku yang disusun oleh Paulina Pannen dan tim ini merupakan satu-satunya buku di Indonesia yang mengupas secara tuntas tentang tentang paradigm konstruktivisme. Meskipun buku ini dirancang untuk pelatihan Applied Approach guna memperlengkapi dan meningkatkan kompetensi professional dosen di perguruan Tinggi, Namun pada dasarnya buku ini sangat berguna bagi siapa saja yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena memberikan sebuah gambaran tentang implementasi filsafat konstruktivism ke dalam ranah filsafat pendidikan.
Filsafat konstruktivisme yang pada hakikatnya merupakan aliran epistemologis empiris yang sangat menekankan konstruksi pengetahuan melalui pengalaman yang bermakna, namun paradigm ini mengakomodasi juga filsafat idelisme karena pembelajaran yang bermakna melalui pengalaman diperoleh melalui dua pola berfikir yaitu figurative dan operatif, sehingga aspek imajinatif dan aspek transformasi dari setiap tahap demi tahap memungkinkan proses pengembangan pengetahuan. Pembelajaran dalam paradigm ini tidak menekankan seberapa banyak pengetahuan yang diperoleh, dan seberapa dalam pengetahuan itu telah terserap, namun tekanannya justru terletak pada seberapa bermakna itu bagi dirinya. Dengan landasan berfikir yang demikian memungkinkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran terjadi dan sekaligus relevansi pembelajaran menjadi sangat actual, memungkinkan peserta didik menikmati pembelajaran tanpa ada tekanan yang berat dari materi, kurikulum, dan evaluasi.
Kekuatan pemikiran konstruktivism terletak pada tekanannya pada keaktifan peserta didik dalam pengalaman belajarnya, mereka dituntut untuk melakukan kombinasi cara belajar analisis, sintesis, evaluasi, dan sampai kepada prediksi. Beberapa pola belajar ini secara sinergis bekerja sehingga membentuk pribadi-pribadi yang kreatif dan inovatif. Meskipun secara umum belajar dengan metodologi ini sangat menguntungkan, namun ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam penerapannya, misalnya pendidik dituntut untuk mempunyai perencanaan kegiatan intruksional yang baik dan teliti, sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik, pendidik juga perlu secara progresif meningkatkan kreatifitasnya secara khusus dalam keterampilan merencankan program pembelajaran serta penyediaan sarana dan prasarana belajar.
Meskipun dari beberapa segi paradigm konstruktivism sangat positif memberi kontribusi dalam dunia pendidikan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Pengaruh empirisme dan relativisme dalam paradigm konstruktivism seringkali membingungkan bagi kita karena bagaimanakah dan atas dasar apakah pengembangan pengetahuan itu, berdasarkan kenyataan obyektif, ataukah abstraksi atau konstruksi yang dapat mengarah ke relativism. Kenyataan obyektif sangat berseberangan dengan abstraksi yang mengesahkan semua ide karena ide diturunkan dari sebuah abstraksi.
Kesulitan lain yang dihadapi jika paradigma ini diterapkan dalam pembelajaran adalah berkaitan dengan proses evaluasi hasil belajar. Bagaimana dan bilamanakah seharusnya evaluasi itu dilaksanakan ? apakah tolok ukur yang dapat kita pakai untuk menilai hasil belajar seseorang? Oleh sebab konstruktivism mengesahkan setiap ide yang diturunkan dari suatu pengalaman belajar, dn ide itu tentunya sangat majemuk dan relative, maka sangat sulit kita melakukan sebuah penilaian yang benar-benar obyektif karena pengetahuan yang dikonstruksi oleh setiap orang tentu memiliki relevansi yang bersifat personal.