Selasa, 20 September 2022

Konsep Sunat dan Implikasinya Bagi Orang Kristen

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Konsep sunat dan pelaksanaannya merupakan topic yang sangat menarik sebagai bahan diskusi baik dalam perspektif  teologis, sosiologi agama, medis maupun filosofis, sebab dalam agama-agama samawi (Yudaisme, Kristen dan Islam) masing-masing memiliki konsep dan pelaksanaan yang mirip namun juga sangat berbeda sehingga seringkali masing-masing agama saling mengklaim kebenaran secara sepihak. Budaya Sunat merupakan suatu hukum yang sebenarnya diwariskan dalam sejarah keturunan Abraham yang memiliki nilai teologis sangat penting sehingga patut dipahami secara tepat, sebab dalam perintah Allah tentang pelaksanaan sunat itu sendiri termuat makna di luar batas-batas yang bermakna fisiologis semata.

Pemaknaan terhadap sunat yang secara salah justru akan menimbulkan sebuah kesesatan teologis[1] sebagaimana yang telah terjadi pada diri orang-orang percaya dalam perjanjian Baru sehingga Para Rasul harus menjelaskan makna dari hukum tersebut secara jelas, oleh sebab itu tulisan ini akan menguraikan konsep tersebut dari sudut pandang Perjanjian Lama dan dalam wahyu progresifnya dalam Perjanjian Baru untuk menemukan pengertian terdalam dalam pelaksanaan hukum sunat sehingga kita mendapatkan sebuah pemahaman teologis yang sungguh menjadi berkat dan bermanfaat bagi pertumbuhan iman Kristen kita.

Pembahasan dalam tulisan ini, meskipun berupaya monyorotinya dari banyak perspektif, namun akan memfokuskan pada ranah teologis bibliologis yang dibangun dari sebuah system hermeneutika dan teologi sistematika yang alkitabiah, menariknya dari akar teologis dalam Perjanjian Lama, lalu memaknainya dari wahyu progresifnya dalam Perjanjian Baru berdasarkan pengajaran Yesus dan Para Rasul sepanjang sejarah Gereja mula-mula.

 

 

 

 

 

 

BAB II

KONSEP SUNAT DALAM PERJANJIAN LAMA

 

A.    Pengertian Sunat

Istilah sunat dalam Alkitab memiliki beberapa makna yang berbeda-beda dalam beberapa konteksnya, makna itu adalah seperti berikut ini  :

·       Institution of (kej 17:10-14; im12:3).

·       A seal of righteousness (rom 2:25-29;4:11)

·       Performed on all males on the eighth day (gen 17:12,13; lev 12:3)

·       Rite of, observed on Sabbath john 7:23

·       A prerequisite of the previlages of the Passover (ex 4:24)

·       Child named at the time of (gen 21:3,4, luk 1:59)

·       Neglect of, punished (gen 17:14;ex 4:24)[2]

Dalam konteks perjanjian baru isilah sunat dijelaskan dalam beberapa bentuk bahasa Yunani

1.     Peritome (noun) yang secara literal bermakna “ a cutting round,circumcision, was arite enjoined by God upon Abraham and His male descendants and dependents, as a sign of the covenan made with him” dari pengertian tersebut sunat memiliki signifikansi dari perpektif moral yaitu secara metafora diaplikasikan terhadap bibir (sunat bibir) , telinga, dan hati. [3]

2.     Akrobustia (noun) yang bermakna, of the physical state, by metonymy for gentiles, in a methaporical or transferred sense of the moral condition in which the corrupt desires of the fflesh still operate.[4]

Jadi istilah sunat memiliki beberapa pengertian, jika pada awalnya sunat menunjukkan tanda rohani (kej 17), namun selanjutnya sunat juga menunjukkan kebangsaan atau nasionalisme yang mencirikan keanggotaan bangsa Israel.[5]

 

B.    Peraturan Sunat Dalam Perjanjian Lama

Konsep dan pelaksanaan tradisi sunat pada dasarnya bukan hanya dimiliki oleh tradisi Yahudi semata, sebab sejak jaman purbakala konsep ini juga dikenal oleh bangsa non Yahudi “The jews were not the only people who practiced circumcision in ancient times. It is not clear how widespread the practices was, but male circumcision was usually seen as one of the practices that clearly distinguished jews from those around them.[6] Peraturan sunat yang sudah ada sejak Abraham atau Ibrahim dimulai dari penyunatan Ishak ketika berumur 8 hari, pelaksanaan surat ini dilaksanakan turun-temurun oleh bangsa Yahudi penganut Yudaisme, dan surat ini masuk dalam peraturan adat istiadat[7] Yahudi dan hukum seremonial Taurat yang dikaitkan dengan Paskah. Makanya penyunatan ala Yahudi berbeda dengan konsep sunat dalam ‘agama semitik/samawi lainnya’ karena dilaksanakan pada pada bayi laki-laki berumur 8 hari. Terlahir sebagai orang Yahudi, Yesus Kristus disunat pada usia delapan hari (Lukas 2:21). Yesus Kristus sebagai manusia sentuhnya dan sebagai orang Yahudi tetap disunat.

 

C.    Dasar Pelaksanaan Sunat Dalam Kejadian 17:9-14

Dalam referensi beberapa ayat tersebut terpetiklah Firman Tuhan seperti demikian : 17:9 Lagi Firman Allah kepada Abraham: "Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.

17:10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;

17:11 haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.

17:12 Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.

17:13 Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.

17:14 Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya,maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengikari perjanjian-Ku". Ayat 14 menunjukkan bahwa upacara itu melambangkan kutuk pemotongan atau pemisahan dari persekutuan perjanjian. Lebih tepat lagi, pemotongan kulup kelamin lelaki melambangkan pemotongan para keturunan.

Pada pihak lain, sebagai tanda sumpah mengakaui ketuhanan Allah, maka sunat juga menandai pengudusan. Perjanjian dengan orang taklukan pada zaman purba meliputi; kecuali raja yang ditaklukkan itu, juga kerajaannya dan keturunannya. Demikian juga Tuhan memberikan perjanjian-Nya kepada Abraham, bukan hanya sebagai seorang yang memberikan pengakuan iman secara perorangan, melainkan sebagai kepala suatu masyarakat, dalam hal ini, suatu rumah tangga keluarganya termasuk anak-anak dan hamba-hamba, dan hal itu diteruskan hingga keturunan-keturunannya. Kejadian 17 menunjukkan bahwa sunat pertama-tama mewujudkan  tanda rohani; kedua, mempunyai arti kebangsaan. Bahwa sunat bersifat kebangsaan,  yang mencirikan keanggotaan bangsa Israel, tidak dapat disangkal.  Hal ini memang sama jelasnya dalam Kejadian 34 seperti juga setelah Musa. Tapi sifat kebangsaan itu sebenarnya hanyalah dampak sampingan, karena umat Israel pemilik sunat itu disamakan dengan bangsa Israel Perjanjian Lama.

Dalam Kejadian 17:10-14 sunat disamakan dengan perjanjian yang dibuat oleh Abraham. Artinya, sunat menandai gerakan yang penuh kasih karunia dari Allah menuju manusia, dan hanya secara sekunder saja dapat dikatakan menandai penyerahan manusia kepada Allah. Ketika bangsa itu mengembara di padang gurun kerena tidak diperkenankan Allah, perjanjian itu seolah-olah ditunda dan sunat tidak diberlakukan. Perjanjian sunat bekerja atas dasar kesatuan rohani antar anggota rumah tangga dan kepalanya. Perjanjian itu diadakan "antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun". Kejadian 17 ayat 26 dan 27 khususnya mengungkapkan kebenaran yang sama: "Abraham....Israel..dan semua orang dari isi rumah Abraham...disunat bersama-sama dengan dia". Demikian asal mula dan caranya sunat menjadi adat Israel, bukan diterima dan berasal dari Mesir atau negeri-negeri lain. Sunat Israel tegas berbeda dari sunat pada bangsa-bangsa lain yang terkait dengan  "berjenjang dewasa", dan melulu bersifat sosial. Sunat israel adalah pertanda kedudukan di hadirat Allah, dan bahwa kasih karunia ilahi mendahului perbuatan manusia. Mereka yang dengan cara demikian menjadi anggota perjanjian diwajibkan menyatakannya secara lahiriah dengan menaati hukum Allah, seperti dengan tegas ditunjukkan kepada Abraham, "Hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela". Hubungan antara sunat dan ketaatan ditekankan sepanjang Alkitab. Dalam hal ini sunat mengandung gagasan penyerahan diri kepada Allah, tapi bukan inilah intinya. Sunat menjelmakan, menerapkan janji, dan menghimbau orang untuk hidup dalam ketaatan sesuai perjanjian.[8] Darah yang tumpah dalam sunat tidak menyatakan batas penyerahan diri itu, tapi menngungkapkan tuntutan yang mahal yang dibuat Allah bagi mereka yang dipanggilNya, dan dicirikan dengan tanda perjanjianNya. Tanggapan taat ini tidak senantiasa muncul. Dan sekalipun tanda dan caranya disamakan dalam Kejadian 17:10-14, namun Alkitab terus terang mengakui, bahwa bisa saja orang memiliki tanda sunat, tapi tidak lebih dari itu. Jika demikian, tanda itu tak berarti secara rohani, melainkan menjadi tanda lahiriah saja. Perjanjian Lama jelas mengajarkan hal itu, justru menuntut realitas penerapannya sesuai tanda itu, dan mengingat bahwa peryataan itu maka tanda sunat sepi arti, dan menubuatkan sunat hati oleh Allah.

 

D.    Pelaksanaan Sunat Dari Perspektif medis

Hal yang menarik, pada kejadian 17:12, mengapa Tuhan memerintahkan untuk menyunat anak-anak laki-laki pada usia delapan hari ? Para Ilmuwan dibanding kesehatan, telah membuktikan bahwa luka yang terbuka, akan lebih cepat sembuhnya apabila darah berhenti tidak mengalir keluar lagi. Apabila darah mengalir terus dan lukanya tidak menjadi kering, ini bisa mengakibatkan infeksi. Dua Faktor yang berbeda bisa menutup dan memberhentikan darah mengalir keluar ialah vitamin K dan prothrombin. Telah terbuktikan bahwa kedua faktor ini mencapai puncaknya yang tertinggi di dalahm diri tubuh manusia ialah pada saat usianya “ Delapan hari” (110 % dari normal). Dan telah terbuktikan bahwa Vitamin K diprosses didalam darah manusia pada saat bayi itu berusia antara lima s/d tujuh hari. Maka dari itu penyunatan pada saat bayi itu berusia “ Delapan hari” adalah waktu yang paling optimal di dalam kehidupan manusia sebab pada saat tersebut Vitamin K dan Prothrombin mencapai puncaknya di dalam tubuh manusia. Pada hari ke 8 itu faktor sebelas terbentuk / faktor  pembeku darah/ Trombosit keluar. Jadi akan aman bagi bayi jika kulit khatannya disayat dan mernimbulkan luka, bayi tersebut tidak menbgalalmi pendaharahan karena sudah mempunyai zat pembeku darah. Kenapa sunat diperintahkan?  Karena iklim di Israel / tanah kanaaan / dipadang gurun “ penuh debu”, jarang ada air , mereka tidak mungkin selalu mencuci agar “ Kermaluannya” bersih. Dalam masa itu beda dengan orang-orang di daerah dingin ”Eropa” misalnya/lelaki tidak ”Bersunat” no Problem, karena iklimnya beda.

Walaupun sekarang banyak jumpai orang yang bukan islam/ yahudi banyak nyang bersunat karena alasan kesehatan . apa yang tertulis dalam “HUKUM TAURAT” sebagian bersifatlah lahiriah. Hukum ini menjadi “faktor pendisiplinan” bagi umat pilihan Tuhan ( Bani Israel), menjadi suatu TANDA bagi orang percaya kepada Tuhan.mengapa orang yang tidak bersunat” Kafir” saat itu? Karena umat Tuhan/ umat pilihan Tuhan saat itu ditandai dengan tanda-tanda fisik dan cara hidup/ adat istiadat yahudi yang tercermin dalam Hukum Taurat.

 

E.    Relevansi Sunat Bagi Orang Percaya di Era Perjanjian Baru

Ada beberapa permasalahan yang bersifat dilematika sehubungan dengan beberapa ayat-ayat yang paradox dalam Perjanjian Baru.

1.     Kisah Para Rasul 15:1

"Beberapa orang datang dari Yudea Ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan’".

2.     Kisah Para Rasul 15:5

"Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: ‘Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Bangsa Yahudi secara daging. Sedangkan  Kisah Para rasul 15:1-2 bukanlah  ajaran para rasul melainkan hasutan sebagian kalangan Yahudi agar orang Kristen Non-Yahudi juga harus disunat. Silahkan baca Kisah 15:1-29 selengkapnya. Praktek sunat yang sudah lebih dahulu terdapat di antara bangsa-bangsa lain, dipakai untuk menandakan orang dimasukkan ke dalam perjanjian Abraham. Artinya yang berlangsung telah diketahui dari fungsinya pada waktu ditetapkan. Perjanjian-perjanjian itu diteguhkan dengan sumpah; kutuk sumpah itu ditunjukan di dalam upacara-upacara simbolis. Suatu kutuk yang lazim ialah "pemotongan"  (penyerahan) orang yang ditaklukkan untuk dibinasakan dan peniadaan nama dari benihnya. Yang menyertai tindakan ini adalah suatu upacara dengan pisau yang melambangkan orang yang tidak memenuhi perjanjian akan dipotong-potong.

Demikianlah sunat adalah suatu upacara pisau yang dengannya perjanjian Abraham "dipotong". Upacara itu melambangkan kutuk pemotongan atau pemisahan dari persekutuan perjanjian. Lebih tepat lagi, pemotongan kulup kelamin lelaki melambangkan pemotongan para keturunan. Pada pihak lain, sebagai tanda sumpah mengakui ketuhanan Allah, maka sunat juga menandai pengudusan. Perjanjian dengan orang taklukan pada zaman purba meliputi; kecuali raja yang ditaklukkan itu, juga kerajaannya dan keturunannya. Demikian juga Tuhan memberikan perjanjianNya kepada Abraham, bukan hanya sebagai seorang pengku iamn secara perorangan, melainkan sebagai kepala suatu masyarakat, dalam hal ini, suatu rumah tangga keluarganya, termasuk anak-anak dan hamba-hamba, dan hal itu diteruskan hingga keturunan-keturunanya. Sunat dihisabkan ke dalam ajaran Musa terkait dengan paskah, dan ini diteruskan sepanjang zaman Perjanjian Lama.

Sunat menjadi ciri asasi Yudaisme dalam Perjanjian Baru dan menimbulkan pertengahan pada Zaman para rasul. Masyarakat Yahudi pada zaman Perjanjian Baru mengaitkan sunat dengan Musa bagitu rupa, sehingga mereka melupakan kaitannya yang lebih asasi dengan Abraham. Lagi, ketika Musa berbicara tentang "seorang yang tidak petah lidahnya" (Keluaran 6:11, Harafiah "tak bersunat"), hanya karunia firman Allah yang dapat menyembuhkannya. Selanjutnya, Perjanjian Lama berbicara tentang sunat sebagai "meterai" atau pemberian kebenaran dari Allah. Karena itu sunat menjadi tanda dari kasih karunia dimana Allah memilih dan menandai orang-orang milikNya The relationship between covenant and circumcision is expressed in the structure genesis 17 (esp vv 9_14).  Circumcision involved both the confirmation and the taking possession of the covenant. Thus it also functioned as God’s indispensable branding of his people, without which a male  would be “cut off” from the people of God.[9]

3.     Galatia 5:1-12

5:1 Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.

5:2 Sesungguhnya aku, Paulus berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.

5:3 Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menynatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat

5:4 Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia.

TR, katergethe apo tou christou oitines en nomo dikaiousthe tes charitos exepesate

5:5 Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan.

5:6 Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.

5:7 Dahulu kamu berlomba dengan baik. Siapakah yang menghalang-halangi kamu, sehingga kamu tidak menuruti kebenaran lagi?

5:8 Ajakan untuk tidak menurutinya lagi bukan datang dari Dia, yang memanggil kamu.

5:9 Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan.

5:10 Dalam Tuhan aku yakin tentang kamu, bahwa kamu tidak mempunyai pendirian lain dari pada pendirian ini. Tetapi barangsiapa yang mengacaukan kamu, ia akan menanggung hukumannya, siapa pun juga dia.

5:11 Dan lagi aku ini, saudara-saudara, jikalau aku masih memberitakan sunat, mengapakah aku masih dianiaya juga? Sebab kalau demikian, salib bukan batu sandungan lagi.

5:12 Baiklah mereka yang menghasut kamu itu mengebirikan saja dirinya!

Sebagai tanda dari Yahudi Ortodoks , sunat dipandang mutlak hakiki untuk kesetiaan kepada syariat Taurat dan keselamatan. Sekalipun demikian, sunat adalah tindakan manusia untuk kebenaran. Karena itu, siapa Kristus dan apa yang dilakukanNya sedikit sekali artinya bagi orang yang hanya memetingkan pemenuhan dirinya akan syariat Taurat. Keselamtan tidaklah datang oleh  Kristus ditambah dengan syariat Taurat, melainkan oleh Kristus saja. Seorang tidak mungkin mampu sempurnan melaksanakan syariat Taurat karena Syariat Taurat  menuntut kesetiaan yang sempurna, padahal hal itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Dengan penyerahan demikian, dan keinginan untuk dibenarkan karena amal perbuatan sedemikian rupa, seorang pada prinsipnya dan dalam kenyataannya memisahkan dirinya dari lingkungan "kasih karunia" dan dari kesetiaan iman dalam Yesus Kristus. Dengan demikian seseorang membuat anugerah itu tidak berhasil. Ayat 4, "Hidup di luar kasih karunia", 'tês charitos exepesate', harafiah "jatuh, hilang, karam, dari kasih karunia, tidak berarti jatuh ke luar keselamatan, melainkan mereka telah jatuh terpisah dari suatu hidup yang berpautan dengan anugerah kepada suatu hidup yang terkungkung dalam legalisme". Kedua jalan tersebut saling berlawanan. Untuk menerima legalisme, berarti menolak Kristus. Seorang tidak dapat mencoba-coba menyelamatkan dirinya sendiri, dan pada saat yang sama menaruh seluruh kepercayaan kepada Kristus untuk keselamatan.

 

4.     Roma 2:29

Roma 2:29 "Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah". TR, all o en tô kruptô ioudaios kai peritomê kardias en pneumati ou grammati ou o epainos ouk ex anthrôpôn all ek tou theou ORTHJBC, "The  true Yehudi is so in hidden way, and true bris milah is of the lev, in the Ruach Hakodesh, not in the chunra. The one so marked has hodaah that comes not from Bnei Adam but From Hashem". Sunat dalam hati dan dalam roh ('peritomê kardias en pneumati') merupakan karya kasih karunia Allah dalam hati orang percaya; melaluinya mereka berpartisipasi dalam tabiat ilahi sehingga sanggup hidup suci dan terpisah dari dosa untuk kemulian Allah. Demikianlah, kehidupan yang kudus menjadi tanda lahiriah bahwa mereka berada di bawah perjanjian yang baru. Sunat hati juga disinggung dalam Perjanjian Lama: * Ulangan 10:16 "Sebab itu sunatlah hatimu dan jangnlah lagi kamu tegar tengkuk". "ûmaltem ‘êt ‘ârlat levavkhem ve ‘ ârpekhem lo’ taqsyû ‘ õd"

 

F.     Makna Sunat Dalam Konteks perjanjian Baru

Perjanjian Baru secara tegas dan pasti mengajarkan bahwa tanpa ketaatan, sunat adalah melulu omong kosong. Tanda lahiriah pudar tanpa arti jika dibandingkan dengan menaati perintah-perintah, iman bekerja oleh kasih, dan suatu ciptaan baru. Namun orang Kristen tidak bebas memandang rendah tanda itu. Walaupun sejauh tanda itu mengungkapkan keselamatan karena perbuatan-perbuatan hukum, orang Kristen harus menghindarinya, namun dalam arti batiniah orang kristen memerlukannya. Justru ada "sunat Kristus", berupa "penanggalan akan tubuh (dan bukan hanya sebagian) yang berdosa", suatu perbuatan rohani, yang tidak dilakukan oleh tangan manusia, suatu hubungan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya, dimeteraikan oleh peraturan penerimaan atas perjanjian baru. Sebagai akibatnya, seorang yang percaya ialah "orang bersunat". .Filipi 3:3 "karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah". êmeis gar esmen ê peritimê oi pneumati theô latreuontes kai kauchômenoi en christô iêsou kai ouk en sarki pepoithotes. Jadi sunat bukan hanya bermakna secara fisik namun harus dipahami dari perpektif yang lebih luas bahwa “It is clear even from these passages that circumcision is never merely a  physical act. It is not sufficient merely to be to be physically circumcised. The Israelites are instructed in Deuteronomy 10:16 to circumcise their hearths as a spiritual response to God’s choice of them as his people. This response involve fearing, serving and holding fast to him; it is opposites of stubbornness[10]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab III

Kesimpulan

 

Hukum ritual yang dianggap sangat penting bagi umat Israel di samping tentang binatang yang halal dan yang haram untuk dimakan, serta hukum mengenai hari Sabat, adalah hukum mengenai khitan atau sunat. Taurat mengatakan demikian: "Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki ... pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu" (Imamat 12:2-3)

Hukum tentang sunat ini untuk pertama kalinya diberikan Allah kepada Abraham, yang kemudian diteguhkan sebagai ketetapan yang harus dijalankan di dalam hukum Taurat Musa ini juga. Peristiwa diberikannya hukum sunat ini kepada Abraham adalah demikian:

“Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka Tuhan menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya:..Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dengan engkau.. Dari pihak-Ku inilah perjanjianKu dengan engkau: Engkau akan menjadi sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abaraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak....kepada keturunanmu akan kuberikan negeri ini....yakni seluruh tanah Kanaan; dan Aku akan menjadi Allah mereka. Dari pihakmu engkau harus memegang perjanjianKu, engkau dan keturunanmu turun-temurun. Inilah perjanjianKu yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu; yaitu setiap laki-laki di antaramu harus disunat, haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah menjadi TANDA PERJANJIAN antara Aku dan kamu. Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat” ( kejadian 17:1-12)

Ayat-ayat di atas menjelaskan tentang Perjanjian yang saling mengikat  Circumcision initially became theologically significant through its role in Judaism as a mandatory sign of covenant membership. It is first described in Genesis 17:1-14, where God commands its practice as the sign and seal of His covenant with Abraham[11]. Dari pihak Allah, inilah yang harus digenapi:

1.     "engkau beranak cucu sangat banyak"

2.     "akan kuberikan negeri ini...yakni seluruh tanah kanaan"

Sedangkan, agar janji Allah itu menjadi realita, maka Abraham dan keturunannya diperintahkan untuk menjalankan:

 

1.     Setiap laki-laki di antaramu harus disunat yaitu dengan "dikerat kulit khatanmu"

2.     Ini harus dilaksanakan ketika "Berumur 8 Hari"

3.     Dan sunat ini berfungsi sebagai "Tanda Perjanjian"

Isi pokok Perjanjian Allah kepada Abraham itu adalah mengenai Keturunan. Abraham dipilih Allah agar bangsa Perjanjian akan dilahirkan, dan juga akan memiliki keturunan dimana-mana raja-raja besar akan muncul. Oleh karena janji itu menyangkut keturunan, maka ketika keturunan itu nanti sudah muncul suatu tempat tinggal akan mereka perlukan. Oleh karenanya Allah menjanjikan tanah Kanaan sebagai milik mereka. Karena keturunan itu adalah keturunan terjanji, maka mereka akan memiliki Allah, yaitu Yehuwah/Yahweh/YHWH sebagai satu-satunya sesembahan mereka, Maka isi pokok dari ketiga janji yang dinyatakan oleh Allah kepada Abraham tersebut adalah mengenai: keturunan. Tempat tinggal yang dijanjikan (Tanah Kanaan) itu terkait dengan kebutuhan keturunan tadi, serta hubungannya dengan Allah (Yehuwah/Yahweh/YHWH) itu terkait dengan Iman dari keturunan tadi.

Suatu keturunan akan lahir di dunia hanya melalui bersatunya dua buah alat kelamin yang berlainan jenis yang menyebabkan terjadinya kehamilan dan kelahiran. Dalam hal Abraham, keturunan ini akan berbeda dengan keturunan-keturunan bangsa di sekitarnya yang menyembah berhala, karena keturunannya itu akan merupakan keturunan Perjanjian. Dengan Yehuwah/Yahweh/YHWH sebagai satu-satunya Allah yang benar yang akan menjadi sesembahan dan tumpuan iman mereka. Karena alat-kelamin itulah sarana kehamilan dan lahirnya keturunan Terjanji tadi, maka alat yang menjadi sarana asal usul terjadinya keturunan itu harus diberi tanda, yaitu SUNAT.

Bagian tubuh yang akan menghasilkan keturunan itu dikuduskan bagi Allah, dimatikan dari hal-hal yang berbau kekafiran yaitu dengan pencurahan darah, karena pencurahan darah itu lambang kematian. Dengan jalan dikerat kulit khatan itu dan dibuang.

Jadi sunat ini merupakan tanda pemisahan bangsa keturunan Abraham dari segenap bangsa yang ada disekitar mereka yakni para penyembah berhala.

Allah bersabda: Haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu”. (Kejadian 17:11).

Sunat itu, sungguh merupakan tanda perjanjianNya bahwa ia akan setia terhadap janjiNya, yang melalui Abraham akan datang keturunan, yang melalui keturunan ini seluruh bangsa di muka bumi akan diberkati.

Namun kata-kata: “KETURUNAN” di dalam ayat ini disebut “ZERAH” (bahasa Ibrani) yang dalam bentuk tunggal, artinya: Keturunan, bukan keturunan-keturunan.

Dan Perjanjian baru Menerangkan demikian:

Adapun kepada Abaraham diucapkan segala janji itu kepada keturunannya. Tidak dikatan “kepada keturunan-keturunannya” seolah-olah dimaksudkan banyak orang tetapi hanya satu orang: “Dan kepada keturunanmu, yaitu Kristus”.(Gal 3:16)

Memang, pada awalnya janji yang diucapkan oleh Allah kepada Abaraham bahwa melalui keturunannya seluruh bangsa di bumi akan diberkati, itu yang dimaksudkan adalah bangsa Israel. Namun Israel sebagai bangsa itulah yang menurunkan Mesias, dan lagi kata “keturunan” yang berbentuk kata-benda tunggal itu bukan menunjuk suatu bangsa nampak seorang pribadi sebagaimana yang dikatakan PB diatas, serta ialah yasng menjadi keturunan Abraham yang terbesar yaitu: Kristus.

Dengan demikian hukum tentang sunat ini menemukan penggenapannya di dalam Kristus, janji tentang sunat pun digenapi di dalam Kristus. Karena kristus penggenap janji tentang “keturunan”, maka Ia pun harus juga disunat untuk menggenapi tanda perjanjian itu. Tidaklah heran, mengapa orang-orang Yahudi pada zaman Yesus dan para Rasul bahkan sesudah percaya kepada Yersus sebagai Mesias mereka begitu tetap menuntut bahwa semua orant yang mau percaya kepada Allah  Israel harus disunat. Bahkan sesudah mereka kepada Yesus, mereka yang berasal dari Yahudi ini menuntut agar orang-orang kafir yang mau percaya pada Yesus pun disunatkan. Tidak heran pula, bahwa pada waktu itu sering terjadi pertentangan didalam gereja, antar kelompok orang-orang kafir  yang tidak di sunat dan kelompok orang Yahudi yang di sunatkan.  Menurut keyakinan Yahudi berdasarkan hukum Taurat, barangsiapa yang tidak disunatkan ia tidak termasuk dalam umat perjanjian. Dengan alasan ini mereka tidak berhak untuk menerima perjannjian Allah yang berwujud berkat-berkat keselamatan yang didapatkan didalam keturunan Abraham yaitu Kristus. Namun sikap yang demikian ini adalah sikap yang bersifat legalistik atau bersifat secara hukumiah yang kehilangan makna moral, rohani dan salah mengerti tentang tujuan kedatangan Yesus Kristus.

Bangsa Yahudi, yang menyebut sunat ini sebagai “berth millah” sudah terjatuh kepada apa yang hanya dilihatnya tertulis saja, bukan apa yang di maksudkan lebih dalam oleh yang tertulis. Pada hal sunat itu bukan dimaksudkan hanya sekedar sebagai suatu tanda secara literal saja, tetapi sunat itu sudah mempunyai arti yang rohani, bahkan di dalam Perjanjian Lama itu sendiri. Dikatakan demikian:

“Sebab itu sunatlah hatimu, dan jangan lagi tegar tengkuk” (Ulangan 10:16)

“Sunatlah dirimu bagi Tuhan, dan jauhkanlah kulit khatan hatimu...supaya jangan murkaKu mengamuk seperti api..” (Yeremia 4:4)

 Berdasarkan kutipan ayat di atas jelas sunat tidak dimaksudkan hanya sebagai suatu ritual yang tak bermakna, Sunat adalah  lambang pembersihan batin dari ketegar-tengkukkan dan dari tingkah laku dosa. Kulit khatan itu adalah lambang keadaan hati yang tak bertobat serta tidak bersih dan tidak suci.  Itulah sebabnya sunat kulit khatan kelamin itu belum cukup tanpa sunat “kulit khatan hati”. Biarlah orang sudah disunat kulit khatan kelaminnya, tetapi jika belum sunat hati dan kulit khatan hati, ia tak berkenan kepada Allah.

Kebenaran mengenai makna sunat dalam Perjanjian Lama inilah yang ditegaskan ulang dalam Perjanjian Baru: “Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harafiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah”. (Roma 2:28-29).

Dengan demikian ada kesatuan ajaran mengenai sunat baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.  Adalah suatu Fitnah belaka mereka yang mengatakan bahwa Rasul Pauluslah yang mengubah hukum tentang sunat ini dan melarangnya untuk dilakukan. Karena Paulus tidak mengajarkan sesuatu yang baru, ia hanya menegaskan apa yang dikatan Nabi Musa dan Nabi Yeremia, dalam kedua kutipan ayat dari Perjanjian Lama di atas.

Dengan demikian tidak berarti Perjanjian Baru itu mengubah ketetapan sunat itu, tetapi itu menunjukkan arti yang sebenarnya dari sunat ini. Dimana Perjanjian Lama telah memberikan koreksi terlebih dahulu atas kesalahan bangsa Yahudi yang menggangap sunat hanya sebagai tata cara lahiriah yang tidak mempunyai arti Rohani itu. Sunat adalah “Tanda perjanjian” tentang akan lahirNya “keturunan” Abraham, Yesus Kristus, yang akan menjadi berkat bagi seluruh alam. Maka di dalam peristiwa penyunatan Yesus “janji” yaitu diri Yesus sebagai “sang keturunan”, dan “tanda”nya yaitu peristiwa disunatkanNya Yesus itu (Lukas 2:21), kedua-duanya telah digenapi.

Dengan Sang Penggenap Janji itu sudah menjalani sunat (“Dan ketika genap delapan hari Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebutkan oleh malaikat sebelum Ia dikandung IbuNya” lukas 2:21), maka sunat itu mengalami suatu tranformasi arti oleh karena kaitannya dengan Kristus. Dan tranformasi arti ini bukan perubahan dan penggantian dari ketetapan hukum sunat ini, namun dikembalikan kepada makna dan tujuan aslinya ketika hukum itu diperintahkan kepada Abraham.

Mengenai peristiwa sunatnya Abraham itu, Alkitab mengatakan demikian: Roma 4:9-12... “adakah ucapan bahagia ini hanya berlaku bagi orang yang bersunat saja atau juga bagi orang tak bersunat? Sebab telah kami katakan, bahwa kepada Abraham iman diperhitungkan sebagai kebenaran. Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah sunat, tetapi sebelumnya. Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat”

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Abraham dianggap benar oleh Allah karena Iman, seperti yang dibuktikan dalam ayat berikut:

Kejadian 15:6“ ....demikianlah banyaknya nanti keturunanmu” lalu percayalah (yaitu: percaya akan janji tentang KETURUNAN itu) Abraham kepada Tuhan, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”.

Pernyataan TUHAN memperhitungkan percaya/iman Abraham tentang “KETURUNAN” itu sebagai kebenaran, terjadi sebelum Abraham bersunat. Maka kebenaran di hadapan Allah itu jelas bukan karena sunat, tetapi karena iman. Sunat itu baru ditetapkan kemudian (Kejadian 17) sebagai meterai dari kebenaran yang berdasarkan iman yang telah terjadi sebelum sunat. Kebenaran oleh iman mendahului sunat sebagai “ tanda perjanjian” yang berdasarkan iman itu. Dengan demikian kebenaran oleh IMAN mendahului sunat.   

 

           

              

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Nelson's Illustrated Bible Dictionary, Copyright © 1986, Thomas Nelson Publishers

 

Wiersbe's Expository Outlines on the Old Testament © 1993 by Victor Books/SP Publications

 

Everett F.Harrison,et al, Baker’s Dictionary of Theology, Grand Rapid : Baker Book House, 1988

 

John Walvoord, Rob B.Zuck, The Bible Knowledge Commentary : Old Testament America:Victor Books, 1992

 

Donald Gutrie,et al, Tafsiran Alkitab Masa Kini I,Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1989

 

HC.Leupold, Exposition of Genesis vol 1,Grand Rapid : Baker Book House, 1942

 

JD.Douglas, et al, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jakarta ; Yayasan Bina Kasih,2008

 

John H.Sailhamor, The Pentateuch As Narrative, Grand Rapid : Zondervan Publishing House, 1992

 

John R.Kohlenberg III, The Expanded Vine’s Expository Dictionary Of New Testament Word, Minesota : Bethany House Publisher, 1984

 

Luke T. Johnson, The Ensiklopedia Americana International Edition,Vol.21 Connecticut :Glorier Incorporated, 1985

 

Orville j.nave, The New Nave’s Topical Bible, Michigan : regency reference library.1996

 

T.Desmond Alexander, From Paradise To The Promised Land, London : Paternoster Press,1995

 

T.Desmond Alexander,et al, New Dictionary of Biblical Theology, USA : Intervarsity Press,2000

 

Victor P.Hamilton, Handbook on The Pentateuch,Grand Rapid : Baker Book House, 1982



[1] Kesesatan teologis ini seringkali berakhir pada fanatisme sempit yang menimbulkan perpecahan dan perdebatan yang tak berujung pangkal sehingga harus secara bijak diselesaikan sebagaimana gereja mula-mula mengatasinya.

[2] Orville j.nave, The New Nave’s Topical Bible, (Michigan : regency reference library.1996),p.139

[3] John R.Kohlenberg III, The Expanded Vine’s Expository Dictionary Of New Testament Word,( Minesota : Bethany House Publisher, 1984),p.184

[4] Ibid p.184-184

[5] JD.Dougla, et al, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, (Jakarta ; Yayasan Bina Kasih,2008),hlm.426

[6] T.Desmond Alexander,et al, New Dictionary of Biblical Theology, (USA : Intervarsity Press,2000),hlm.411

[7] Desmond juga mengungkapkan hal itu demikian Infant circumcision became the rule for all male jews (Kej 17:12;21:4, im 12:3), ibid

 

[8] indicates that circumcision was a physical expression of  faith which distinguished those who belonged to the Lord  from those who did not. Desmond,  p.412

 

[9] Desmond, p.412

[10] Desmond,p.412

[11] Desmond, Ibid.p.412

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Misteri Trinitas

  BAB I PENDAHULUAN   A.     Definisi Istilah Meskipun istilah "Trinitas" tidak pernah muncul di Alkitab secara eksplisi...