Identitas Buku
A. Judul Buku : Foundations For Christian In An Era Of Change
B. Editor : Marvin J.Taylor
C. Halaman : Compilasi
Garis Besar Isi :
Teologi Pembebasan, Teologi Kulit Hitam, Dan Pendidikan Agama
Pembahasan dalam bagian ini membawa pembaca kepada tiga isu focus yang sangat tajam, yaitu penindasan kemanusiaan dalam bentuk-bentuk dehumanisasi, program-program pembebasan dan tanda-tanda pengharapannya, dan pendidikan agama, yang berpotensi memampukan menemukan makna pada akhir sebuah realisasi kasih, kuasa, dan keadilan bagi semua pribadi. Rasisme yang berkembang di Amerika menimbulkan kebusukan pada social, ekonomi, dan struktur politik dari suatu bangsa, misalnya penindasan terhadap orang-orang kulit hitam, sehingga gereja menghadapi tantangan dalam memperjuangan hak sipil kulit hitam dan pembebasan dari rasisme orang-orang kulit putih. Black teologi mengkonfrontasi pendidikan agama didalam gereja-gereja kulit hitam maupun kulit putih di Amerika dengan suatu kepedulian kritis partisipasi aktif dalam penindasan terhadap orang-orang kulit hitam dan segala penindasan terhadap minoritas.
Pengembangan pendidikan agama dalam perspektif orang kulit hitam ada 6 hal;
black theology menganjurkan perlunya merekonstruksi pandangan dunia yang peduli terhadap kesetaraan setiap manusia.
Agenda komunitas kulit hitam Amerika adalah membentuk kembali pengembangan jati diri mengenai apa makna seseorang : secara individu, kelompok, pendidikan, ekonomik, social, budaya dan politis, yang berimplikasi pada pemanusiaan manusia, pembebasan terhadap penindasan, pemberdayaan dari ketidakberdayaan.
Gereja-gereja kulit hitam mengafirmasi agenda ini melalui kekuatan statement sejarah kulit hitam.
Pembebasan kulit hitam dimulai melalui pembebasan orang-kulit hitam oleh diri mereka sendiri.
Secara implicit suatu usaha pendidikan bertujuan untuk sebuah perubahan, baik berkaitan dengan perubahan social untuk keadilan dan kemanusiaan.
Program pendidikan protestan dibatasi oleh sifat eksklusif terhadap sekolah minggu, dan kelompok muda, dan menjangkau kaum minoritas kulit hitam.
Wanita, Pelayanan, dan Pendidikan.
Dalam bagian ini pembahasan diarahkan pada suatu fakta yang terjadi bahwa kaum wanita seringkali adalah kaum yang menjadi korban diskriminasi, termasuk dalam gereja sendiri, sehingga kaum wanita belajar dari keadaan inferioritas dari kaum lelaki ini sebagai bagian yang integral dalam pelatihan kekristenan, dan sebagian dari mereka menerima saja keadaan bahwa mereka adalah bagian kecil dari lelaki. Sekarang ini perhatian antara pendidik agama maupun sekuler hampir tidak ada perbedaan berkaitan dengan kehidupan praktis yang merupakan konteks dari pembelajaran itu sendiri, bahkan komposisi antara keanggotaan wanita dalam gereja dan jumlah pemimpin atau pelayan wanita sangat tidak proporsional, sehingga kapasitasnya sangat tidak berimbang. Hal ini menjadi tantangan kepemimpinan, dan tanggung jawab dalam pendidikan Kristen dalam memberikan suatu pemahaman yang benar terhadap masalah-masalah gender dalam terang Firman Tuhan.
Teori permainan-Simulasi dan Praktisnya Dalam Pendidikan Agama
Perkembangan permainan simulasi dalam pendidikan sejak tahun 1960 telah memberikan kontribusi bagi pendidikan gerejawi terutama dalam sekolah minggu, retreat, persidangan gereja dan sebagainya. Pada dasarnya antara simulasi dan permainan ada perbedaan yang mendasar, namun dalam topik ini pendidikan melalui permainan simulasi mengkombinasikan dua teknik yang berbeda tersebut, simulasi dengan menciptakan element kunci dan permainan dengan peraturan-peraturan dan merode permainannya menentukan pemenang, hasilnya adalah peserta didik bertindak dalam suatu lingkungan yang terstimulasi, membuat suatu keputusan sesuai dengan peraturan, memainkan peranan atau fungsinya untuk mencapai kemenangan dalam lingkungan tersebut.
Metode seperti ini membantu pribadi-pribadi masuk dalam suatu proses sejarah sebagai subyek yang memahami dan bertindak, dan membentuk sejarah, bukan sebagai obyek yang hanya menjadi imbas. Kebanyakan model ini juga mendorong setiap orang dalam suatu pencarian jati diri mereka sendiri dan dalam suatu perjuangan untuk kemanusiaan dan mengalahkan keterasingan. Bagian ini juga menjelaskan bagaiman cara memilih permainan yang tepat sesuai dengan tujuan pendidikan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan, dan juga isu-isu yang berkembang berkaitan dengan metode ini.
Bab 14. Penyembahan sebagai Perayaan dan Pengasuhan
Suatu telaah tentang nilai penting penyembahan sebagai ibadah dan pemeliharaan iman peserta didik, baik dalam konteks pendidikan maupun konteks keluarga. Perayaan ibadah memiliki dua nilai yang sangat penting dalam ranah pemahaman manusia, yaitu ekspresi sensitifitas, dan daya cipta imaginasi yang mampu menciptakan suatu kekuatan dalam symbol-simbol yang melaluinya kita mampu memahami dan membangun. Sehingga perayaan ibadah ini menjadi suatu ekspresi dari sesuatu yang tidak dapat kita lihat, pikirkan. Perayaan ini menjadi bagian dan pengalaman suatu budaya keagamaan yang mendalam.
Bab 15.Studi Keagamaan Sekolah Umum Sejah Keputusan SCHEMMP (1963)
Situasi dan kondisi pendidikan keagamaan di sekolah-sekolah umum Amerika mulai mengalami sekularisasi, sehingga kurang memberikan tempat Allah, Kitab Suci, dan doa dalam kehidupan pendidikannya, bahkan berkembang statement “Allah dikeluarkan lewat pintu depan dan komunisme dipersilahkan masuk lewat pintu belakang”, keputusan SCHEMMP memiliki peran sangat penting dalam pemulihan dalam masalah tersebut karena mengandung suatu keputusan yang significant terhadap keharusan dan pentingnya studi keagamaan di sekolah umum Amerika. Bagi mayoritas tokoh pendidikan opini yang berkembang adalah bahwa pendidikan tidaklah lengkap tanpa pengetahuan tentang sejarah agama, studi perbandingan agama, dan pemahaman tentang kitab suci. Permasalahan berkaitan dengan hal tersebut di atas terus menjadi perhatian serius diseluruh kalangan pendidikan umum maupun pendidikan gereja sehingga kemudian perhatian dan kepedulian tersebut mendapatkan wadah yaitu Public Education Religion Studies Center (PERSC) yang memiliki sasaran untuk memberdayakan dan memfasilitasi pertumbuhan dan pengembangan pengajaran berkaitan dengan studi keagamaan.
Bab 16. Kristen Injili dan Pendidikan Kristen
Kekristenan Injili di Amerika serikat sangat bertumbuh, hal ini terlihat dari ukuran pertumbuhan gereja yang terjadi misalnya semakin banyaknya populasi orang injili, institusi Injili, maupun beragamnya program pelayanannya, namun demikian mereka tidak bisa menikmati keadaan yang demikian, karena di sisi lain sekularisasi, fragmentasi, dan pluralisme agama berkembang secara bersamaan sehingga kekristenan Injili terpanggil untuk memulihkan ortodoksi kekristenan protestan di Amerika. beberapa langkah yang diambil adalah menolak teologi liberal dengan penyangkalannya terhadap supernaturalism, menolak teologi neo orthodoks dengan pemahaman terhadap otoritas Alkitabnya, dan sejarah fundamentalisme dengan penolakannya terhadap prilaku sosialnya, kemudian merumuskan kembali keyakinan doktrinalnya dalam NAE tahun 1943 yang diwakili oleh 50 denominasi.
Implikasi perkembangan tersebut dalam pendidikan Kristen adalah landasan filosofis pendidikanna dibangun melalui pemahaman teologi Injili yang menempatkan Tuhan sebagai pusat otoritas Pendidikan dan pemahaman bahwa segala kebenaran harus dinilai dari sudut pandang kebenaran Alkitab.
Bab 17. Pendidikan Dalam Gerakan Okumenika Dunia
Gerakan okumenika mengacu pada suatu konfergen ketertarikan Kristen dan aktivitasnya yang diarahkan pada seputar kesatuan gereja-gereja dalam struktur dan karya. Dalam ranah pendidikan Kristen, kelompok-kelompok pelajar Kristen telah menjadi pioneer dalam gerakan oikumenikal dan basis usaha mereka sebagian besar dilaksanakan di kampus-kampus universitas. WSCF (world Student Christian Federatian) menjadi pionir dalam pengembangan pendidikan keagamaan terutama dikalangan para akademisi, disamping itu juga masih banyak suatu perkumpulan-perkumpulan yang sangat peduli berkaitan dengan masalah tersebut karena pendidikan merupakan bagian yang sangat penting bagi aktivitas okumenika dunia.
Bab 18.Pendidikan Agama di Eropa Barat
Pada bagian ini diungkapkan suatu asumsi bahwa seluruh aspek dalam pendidikan Kristen adalah dampak dari gereja. Cirri dominan dalam pendidikan agama di Eropa Barat adalah kebingungan, mengapa? Karena kekhawatiran terhadap kemunduran dalam institusi keanggotaan geraja dan hasrat untuk membangun informasi kaum awam yang dapat mengarahkan kepada suatu perhatian terhadap pendidikan Agama. Eksspresi perhatian ini datang dari dari luasnya perbedaan antara eklesiastikal dan tradisi teologi yang berkembang dan timbulnya suatu perdebatan sengit mengenai pola hubungan antara agama dan masyarakat social masa kini. Isu-isu yang berkembang diperhadapkan pada 3 hal penting yaitu berkaitan moralitas keagamaan yang pada hakekatnya sama dengan moralitas sekuler, kekristenan yang selalu diidentifikasikan melalui kebudayaan yang unggul, dan sosialisasi sekuler dan sosialisasi keagamaan yang pada dasarnya mengarahkan kepada dua sisi yaitu loyalitas kepada masyarakat dan negara. Implikasi dari pembahasan dalam bagian ini adalah gereja memiliki tugas penting dalam memberdayakan sumber daya guna menjawab setiap kebutuhan kemanusiaan, baik yang menyangkut kehidupan gerejawi, institusi, komunitas keagamaan itu sendiri dalam beradaptasi dengan keadaan kontemporer dan menghindari suatu prilaku yang menjadikan gereja menjadi komunitas yang statis.
Bab 19. Pola-Pola Pendidikan Gereja Di Dalam Dunia Ketiga
Kesulitan besar menghadang ketika kita berusaha memahami suatu pola dan karakteristik pendidikan Kristen di negara-negara dunia ketiga, sebab begitu banyak variasi dan keberagaman permasalahan pendidikan yang ada. Pola pendidikan di negara-negara ini sangat dipengaruhi oleh lembaga misi dari negara tertentu yang menanamkan pola atau struktur gereja, sebut saja Amerika dan negara-negara Eropa. Pada awalnya pendidikan gerejawi dimulai dengan kegiatan sekolah minggu yang anggotanya sangat kecil dan didukung/disponsori oleh pusat Sekolah minggu. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah factor yang sangat penting bagi para misionaris dalam perintisan mereka di negara-negara dunia ketiga, sehingga polanya terwariskan kepada gereja-gereja tersebut, atau dengan istilah lain menjadi foto copy dari system pendidikan eropa maupun Amerika.
Karena belum adanya suatu metode yang mapan, maka para perancang program pendidikan sangat terbuka terhadap masuknya metode-metode pengajaran yang baru, padahal tidak semua metodologi yang masuk tersebut dapat diimplementasikan karena masing-masing metodologi mewarisi kultur dan teologi tertentu dari tempat asalnya.
Bertitik tolak pada konteks yang demikian, tugas pendidikan Kristen bertugas mengembangkan orang-orang agar mampu menghadapi kompleksitas dan merevolusi dunianya.
Bab 20. Pendidikan Agama Khatolik Roma
Pada umumnya gereja khatolik hanya memfokuskan semua kegiatan gerejawi pada pelayanan sacramental dan pendidikan agama, dan satu point pokok yang terus dijaga dalam pemikiran khatolik Roma pada umumnya dan pendidikan agama Khatolik Roma secara khusus adalah “ada keberagaman dan perbedaan yang tajam pada khatolik dari apa yang kebanyakan non khatolik bayangkan”. Bersamaan dengan sejarah perkembangan khatolik di Amerika, ada tiga tujuan mendasar dalam pendidikan agama, yaitu : moralitas, intelektualitas, dan integritas yang seharusnya mengharahkan pendidikan untuk mencapai tiga tujuan utama tersebut.
Dalam perkembangan terkini pendidikan agama Khatolik Roma mengalami perkembangan yang cukup signifikan, namun demikian mereka tetap berpegang teguh pada 10 motif dasar pendidikan mereka, yaitu revelation, kerygma, christocentric personalism, bible, ecumenism, multimeleux, multiclientele, professionalism, dan social scene approach.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar